CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Kamis, 19 April 2012

Cerpen


"Rhyme In Peace"

Di sudut kamar dengan putaran rotasi bumi 360 derajat terdengar suara petikan gitar yang mengalunkan nada melodis yang begitu indah. Dengan dua jari yang ia petik pada gitar membuat bumi pun mengikuti lagu yang ia lontarkan dari mulutnya. Tampak suasana menjadi kelam di hiaskan dengan rintihan hujan menggambarkan keadaannya.
“Wajar bila saat ini ku iri pada kalian... yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah.. hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam.. tiada harga diri yang kan hidupku terus bertahan...” nyanyian Arya ketika itu.
Lagu itu menggambarkan suasana hatinya yang sedang mengalami kehancuran, ya dia mengalami depresi yang berat karena suasana rumah yang sudah menjadi seperti kapal terpecah menjadi dua bagian. Lautan membentangi pulau-pulau menjadi beberapa bagian. Disitulah skenario Tuhan bergelut dalam kehidupannya. Perceraian orang tuanya lah yang menyebabkan sifatnya menjadi Anak yang tidak mempunyai etika dan moral yang seperti tidak pernah dididik oleh orang tuanya. Sampai ia pernah menggoreskan sebuah pisau pada lengannya ataupun mencoba mengonsumsi obat-obatan terlarang. Dan ia pun mengikuti gank motor dalam keseharian buruknya. Sikap dan tingkah lakunya berubah 360 derajat seperti biasanya. Ia yang cerdas,baik, ramah, bijaksana. Kini telah berubah. Sebut saja dia Arya Panca Dwi Darma. Yang akrab dipanggil Arya oleh teman sebayanya.
Malam itu ia menelfon seorang temannya untuk mengadakan latihan Band. Ia pun bergabung dalam sebuah Club Musical sebagai penghilang kesedihannya. Band yang ia gempungi yaitu The Brave Band. Band tersebut cukup terkenal di daerah sekitarnya. Ia menjadi vokalist dan memegang alat musik gitar dalam gabungan band itu.
“Hai..brow.. besok gua jemput lu seperti biasa!!!” kata Arya
“Sip...kita latihan seperti biasa. Eh tapi si Deny katanya gak bisa tuh” sahut Gema
“Yah..tuh anak ngadat lagi.”
“Yaudah kita berempat aja Ar..”
“Oke.. Dio bisa kan?? Inget bentar lagi ada festival. Kita harus semangat latihan!!”
“Sip brow tenang aja!! semua beres”
Latihan pun dimulai Arya sebagai  vokalis, Gema sebagai Bassis, Dio sebagai drummer, tetapi Deny tidak dapat hadir yang menjadi pianist. Walaupun tidak ada Deny mereka tetap semangat berlatih untuk kesuksesan mereka sendiri. Setelah selesai latihan Arya yang akrab sekali dengan Gema mengajaknya ke suatu tempat.
“Gema... ikut gua aja yuk??” ajak Arya
“Mau kemana gitu?”
“Udah ikut aja..”
Setelah itu Arya mengajak Gema mengunjungi suatu diskotik.
“Ar.. Gila lu.. Ni tempat apaan??” tanya Gema dengan nada tinggi
“Sabar brow.. Tuh liat banyak cewek-cewek cantik. Gua pengen minum!!!”
“What?? Minum apa lu? Eh nyadar ya.. Gua ga mau masuk pokoknya!!
“Udah ikut gua aja..”
“Arya... Lu sadar dong.. otak lu di kemanain sih? Gara-gara bonyok lu, lu jadi kaya gini. Istighfar Arya..”
“Jangan so’ nyeramahin deh!!”
“Ya.. gila lu.. udah gak waras lagi!!!”
Tamparan hebat dari tangannya Gema hinggap pada pipi Arya. Tetapi Arya tidak peduli atas kejadian tadi. Sifatnya memang sudah tidak didasari lagi pada agama. Kelakuannya sudah menjadi-jadi berubah total.
Gema meninggalkan tempat tersebut. Dan Arya tetap memasuki tempat yang ia tuju. Gema yang sudah beberapa kali menasihatinya seperti tak dianggap lagi. Sepertinya Arya tidak mendengarkan nasihat itu. Masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Persahabatan karib yang ia jalani pun sedikit demi sedikit mulai pupus karena sifatnya yang sudah keterlaluan.
Para fansnya pun sedikit demi sedikit mengetahui perlakuan Arya yang sudah berubah itu. Dan mereka tampaknya tidak menjadi penggemar setia lagi pada Arya.
Arya pun dikeluarkan dari The Brave Band itu. Hidupnya menjadi semakin terpuruk. Rumah yang ia tempati pula di sita oleh Bank karena orang tuanya ketika masih hidup bersama terlibat oleh banyak hutang sehingga rumah dan belum sempat terlunasi karena hal perceraian itu. Kini Arya tinggal sebatang kara tak ada lagi teman yang selalu disampingnya untuk mengibur dan menasihatinya.
Arya berjalan dekat pinggiran rel kereta api. Tak jelas kemana ia tuju, dari kota satu ke kota lainnya ia terus menapaki pinggiran rel kereta. Tiba-tiba ketika ia merasa lelah ia terjatuh kedalam rel. Di belakangnya ada sebuah kereta api yang berjalan dengan cepatnya. Melihat kejadian itu dengan kagetnya Gadis cantik dan penolong yang menggunakan jilbab berwarna ungu segera dengan cepat menarik tangan kanan Arya. Dan ia berhasil menolong Arya, tetapi salah satu kakinya tersangkut dalam rel dan sukar untuk dikeluarkan, membuat kereta berhasil menyentuh kaki kirinya.
“Hey... kau... bangun...” teriak Arya
Gadis itu tak sadarkan diri. Arya panik atas kejadian tersebut. Dan ia langsung membawanya ke Rumah Sakit terdekat daerah itu. Gadis tersebut langsung ditangani oleh beberapa suster dan dokter dalam Ruangan Unit Gawat Darurat.
“Maaf ya mas.. Tunggu sini dulu sebentar.. Pasien harus segera ditangani.” ucap salah satu suster
“Tapi... suster. Saya yang telah membuatnya seperti itu.”
“Kami akan berikan yang terbaik untuknya, tapi mohon maaf kakinya mengalami kerusakan sehingga harus diamputasi.” kata dokter
“Apa dok??? amputasi? tidak ada cara lain apa? Bisakah ditukar dengan kaki saya?”
“Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Berdoa saja untuk kebaikannya. Dan semuanya pasrahkan pada Yang Maha Kuasa. Permisi...”
Dokter dan suster kembali ke ruangan tersebut untuk menangani gadis itu. Gadis yang mengenakan busana muslim dengan jilbab berwarna ungu hanya karena kebaikan untuk menolong seseorang ia rela untuk diamputasi. Ia rela kehilangan kaki kirinya.
Akhirnya gadis itu siuman dan menerima kenyataan yang ada. Arya pun langsung menemui gadis itu.
“Maafkan aku...” katanya merasa bersalah
“Tidak apa-apa. Ini sudah menjadi suratan takdir dari-nya.” kata gadis itu
“Ini salah ku!!! Aku yang menyebabkanmu seperti itu! Coba saja jika aku tidak melakukan hal bodoh. Kamu tidak akan mungkin seperti ini.”
“Aku yang bertingkah laku ceroboh. Jadi itu hal yang wajar.”
“Apa?? hal yang wajar katamu? Lihat kakimu tidak sempurna!! Aku rela memberikan kakiku padamu”
“Ini kekuranganku. Sudah menjadi catatan dalam hidupku!”
“Aku bodoh... Aku salah..”
“Sudah jangan menyalahkan diri sendiri!!! Tuhan mendengar semua itu! Lebih baik kita bersyukur untuk keadaan kita yang masih dapat menghidup udara yang segar.”
“Tetapi maafkan aku..”
“Tidak ada yang perlu meminta maaf dan memaafkan. Aku ikhlas menolongmu.”
Perdebatan mereka adalah awal mulanya mereka mengikat tali persahabatan satu sama lain. Arya kini memulai kehidupan dengan sahabat barunya.
Setelah beberapa hari di Rumah Sakit ternyata Aira di perbolehkan untuk beristirahat di rumah. Dan ia membawa Arya menuju tempat tinggalnya. Arya pun bersedia untuk memulai kehidupan baru di kota itu.
“Oh... ya kita berdebat sudah, saling bermaafan pun sudah. Tapi ada hal yang belum kita lakukan!!” kata Arya
“Memangnya apa??”
“Perkenalan.. Bisakah kau sebutkan namamu?”
“Hmmm.. Namaku ??.....”
“Siapa namamu?? Ijah? Ayu tingting? Dewi Persik? Jupekah? hahahah”
“Tidak lucu!!!”
“Cukup sensi ya kamu.”
“Bukan urusanmu itu!!”
“Gadis secantik kamu pasti memiliki nama yang indah”
“Afwan..tidak usah berlebihan”
“Ohh!!! sikapmu membuatk hatiku luluh!
“Gombal..”
“Serius!! Suwer!!!”
“Tidak percaya hal itu!!”
“Jangan marah dong non!”
“Tak ada gunanya!”
“Sudahlah cukup perdebatan ini.”
“Lantas??”
“Siapa namamu ukhti??”
“Namaku.. Aira..”
“Yang benar?”
“Ya pasti.”
“Kau tidak bohong??”
“Aku jujur!!!”
“Kamu Aira.. dan Aku Arya..”
“Aku tak menanyakan siapa namamu”
“Ah...kamu.”
“Hehehe..konyolanku!!”
“Ada kesamaan nama antara kita.”
“Hmmm... Sebenarnya sedang apa kau kemarin di pinggiran rel? Aku sudah tak asing lagi dengan wajahmu. Aku pernah melihatmu di televisi.”
“Sudah lupakan!!!”
“Mengapa?? nampaknya kau terlihat sedih. Ada apa denganmu?”
“Aku perjelas lagi ya!! Sudahlah lupakan hal itu!”
“Aku tanya baik-baik. Yasudah maaf.”
“Tidak apa-apa-“
Allahu akbar..Allahu akbar.. Asyahadu anlaa.. Illaahaillallah.. Laillahaillallah.. Terdengar suara adzan berkumandang. Hal itu merupakan salah satu cara agar kita berdialog memohon sesuatu kepada-Nya, serta memohon ampunan-Nya.
“Alhamdulillah.. Adzan Maghrib.. Ambil air wudlu dulu yuk..”
“Aku lupa cara itu!!”
“Kau islam kan? Kau tidak pernah melakukan hal itu?”
“Dulu... tapi sekarang.. entahlah..”
“Aku siap memberi pengetahuan tentang itu padamu”
“Benarkah??”
“Tentu.. Orang yang kita iringi dalam hal kebaikan. Insyaallah pahalanya akan berlipat ganda. Selagi aku bisa dan aku mampu serta tidak melenceng terhadap aturan-Nya”
“Kamu baik sekali. Aku ingin bisa Shalat kembali dengan sempurna!”
“Niat yang bagus!!”
“Ajari aku yaaaa”
“Tentunyaa”
Kehidupan Arya kini sedikit demi sedikit mulai membaik. Setiap hari ia selalu diberikan pengarahan oleh Aira tentang Ilmu agama, etika, moral, dan kebiasaan yang baik untuk dilakukan. Tetapi Arya masih tetap merasakan kesakitan yang begitu hebat. Ia tetap saja depresi akan hal itu. Aira yang tinggal hanya bersama Ibunya di sebuah persegi panjang dengan ukuran sederhana itu mampu membimbing Arya menuju jalan kebenaran. Awalnya Ibu Aira menolak kedatangan Arya karena menjadi penyebab putri nya mengalami amputasi pada kaki kirinya. Tetapi setelah Aira bujuk. Ibu pun bersedia menerima Arya, dan memperlakukan Arya seperti anak kandungnya sendiri.
“Nak Arya..”
“Iya apa bu??”
“Ibu boleh tanya sesuatu tidak?”
“Iya memangnya apa bu?”
“Maaf jika pertanyaanmu ini sedikit menyinggung perasaan Nak Arya. Sebenarnya kamu asli orang mana? Orang tuamu mengetahui keberadaanmu sekarang tidak?”
“Hmm.. Bu...”
“Nak jangan menangis. Kamu bisa cerita pada Ibu. Insyaallah Ibu pun akan memberikan solusi jika memang Ibu mampu mengatasi dengan batas kemampuan Ibu.”
“Iya bu terimakasih. Tetapi tidak untuk saat ini.”
Hanya tangisan yang dapat Arya luapkan. Air hujan yang turun pun tak bisa membandingkan dengan air mata yang berjatuhan menetes pada celah-celah matanya. Mulutnya kaku untuk berbicara. Ia merasa tertekan dengan kehidupan yang lalu. Batinnya sudah hancur jiwanya melayang bagaikan kapas yang ditebas oleh angin. Walaupun ia tersenyum tetapi hatinya sangan terpukul. Ia terus menutupi hal itu, dan enggan untuk menceritakan aib tentang dirinya pada orang lain.
Malam itu Arya berselanjar pada dinding, menatap langit yang mati akan keindahan cahaya bulan dan bintang. Cahaya yang bersinar tampak sedikit sekali. Di genggamnya sebuah pisau yang akan ia kenakan pada tangan kirinya.
Arya membeset tangannya dan darah segar pun terus mengalir sehingga membasahi tempat tidur yang ia tempati. Lama kelamaan dia tak sadarkan diri.
Aira yang bertujuan untuk membawa makan malam pada Arya terlihat kaget ketika melihat Arya yang tergeletak di tempat tidur,dan pada tangan kanannya terdapat sebuah pisau.
“Astaghfirullahaladzim.. Arya... Bangun,, ini hal bodoh yang kamu lakukan!!”
Aira berteriak memanggil ibunya untuk segera menuju ke ruangan itu.
“Ibu..Ibu.. Sini bu...”
“Ada apa nak?”
“Ini Arya bu.. dia tak sadarkan diri.”
“Cepat kau bawa balutan kapas dan kain untuknya! Ia mengalami pendarahan.”
“Baik bu..”
Lagi dan lagi Arya selalu melakukan hal bodoh itu ketika hatinya gundah gulana. Berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun Arya sedikit demi sedikit mampu melupakan dan menghidari hal itu. Aira yang bersedia menasihatinya dan mengajaknya pada kebaikan. Arya pun luluh seketika. Perasaan yang muncul membuat hatinya bergejolak tak menentu. Setiap hari yang selalu diiringi canda tawa oleh Aira kini berubah menjadi virus merah jambu. Mungkinkah Arya jatuh cinta....
“Aira.. Terimakasih atas semua yang telah kau ajarkan padaku.”
“Kita kan sahabat. Tentunya aku siap menemani kamu disaat kamu senang ataupun sedih.”
“Aku ingin cerita padamu...”
“Tentang apa?”
“Kehidupanku!!”
“Benarkah?? Bukannya kamu selalu tidak mau untuk bercerita hal itu! Bahkan hal yang paling bodoh kamu lakukan ketika kamu menggoreskan pisau itu!!”
“Itu kan dulu Ra...”
“Hmm.. Iya.. Baiklah.. Aku bersedia menjadi pendengar setiamu.”
Bertahun-tahun Arya memendam perasaan hatinya. Kini ia mulai berani untuk berbicara tentang semua yang menyangkut masalahnya. Dan hal itu pun membuat hati Arya lebih tenang, dan mengetahui Arti Kehidupan. Aira lah yang selalu menjadi motivatornya.
“Itu..dan hal itu Ra yang membuatku sangat terpukul..”
“Innalloha Ma’ana ‘Sesungguhnya Allah Selalu Berada di Samping Kita’ jangan mengeluh dulu Arya. Ujian hidup memang berat. Tuhan memberikan cobaan perih itu karna Tuhan sayang padamu. Ia mengujimu. Apakah kamu masih berada di dekat-Nya dan membutuhkan-Nya atau tidak baik dalam keadaan senang maupun sedih”
“Iya sekarang aku memahami Arti Kehidupan ini. Aku semangat karenamu!!”
“Bersemangatlah Karena Allah J heheheh”
“Sip dehhh.. Kan kamu malaikat yang Allah beri padaku ehehe bercanda”
“Ah kamu bisa saja!!! Satu pesanku Arya! Walaupun jika nanti kelak aku tak ada di dunia ini. Tetap bersemangatlah untuk menjalani kehidupan J
“Maksudmu?? seperti mau mati saja”
“Hmmm... Kematian hanya Dia-lah yang mengetahuinya. Kita hanya mem[ersiapkan diri dalam keadaan khusnul khotimah, Semoga saja”
“Amin... tapi aku tak bisa hidup tanpamu... L
“Jangan berkata seperti itu!!! Masih banyak orang disampingmu yang menyayangimu!!
“Aira... aku ingin berbicara sesuatu padamu”
“Tentang apa?”
“Hm... Jangan marah ya... Aku menyukaimu..”
Aira pun nampaknya sangat terkejut ketika Arya berkata seperti itu. Ia langsung menghindar dari Arya, dan pergi meninggalkannya. Tetapi Arya pun menarik tangan kanannya.
“Aira tunggu....”
“Lepaskan tanganku! Bukan muhrim!”
“Maaf.... Tapi aku menyukaimu Ra... Aku mencintaimu Ra... Maukah kau menjadi milikku seutuhnya??”
“Tidak tepat waktunya Arya .. Maaf permisi..
Aira bergegas lari meninggalkan Arya dan air matanya pun mulai menetes. Perasaannya pun menjadi tak tentu. Ia pun sebenarnya mempunyai perasaan yang sama pada Arya tetapi Ia tak mau untuk mengungkapkannya. Karena ia takut jika perasaanya melebihi rasa cinta pada-NYA.
5 tahun kemudian kehidupan Arya kini menjadi semakin membaik, setelah ia mendapatkan mata pencaharian tetap. Dan ia memiliki pemasukan setiap bulannya. Agar tidak terlalu merepotkan keluarga Aira. Ia di percayai menjadi Tangan Kanan Manager Perusahaan Cipto Kusumo yang terkenal itu. Ya memang Arya cerdas sehingga Ia di terima di perusahaan manapun. Arya mempunyai niat untuk menjadikan Aira sebagai istrinya. Ia pun meminta restu kepada Ayah dan Ibunya. Tetapi setelah ia berusaha menghubungi orang tuanya. Ternyata ayahnya meninggal dan Ibunya tinggal di luar negri dan tak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Maka ia hanya meminta doa restu pada Ibu Aira yaitu Bu Marni.
“Bu Marni..”
“Iya ada apa Nak Arya?”
“Bu.. bolehkah saya melamar Aira??”
“Semua tergantung pada kalian berdua. Ibu sih boleh-boleh saja. Yang penting Ibu bisa melihat putri Ibu tersenyum bahagia untuk kehidupannya kelak.”
“Iya bu.. Insyaallah Arya ingin membahagiakan Aira. Arya pula telah memiliki pekerjaan tetap bu”
“Ya tinggal kamu bujuk rayu Aira saja”
“Terimakasih bu.. doakan Arya.”
“Iya nak Arya sama-sama.”
Arya selalu memikirkan hal itu siang dan malam. Ketika dulu Aira tak mau menjadi pacarnya. Maka ia berusaha untuk memiliki Aira seutuhnya dengan cara menikahinya.
“Aira.. Bagaimana jawabannya??”
“Jawaban tentang hal apa?”
“Masa lupa..”
“Ohhh”
“Serius... Aku ingin menjadi milikmu dunia dan akhirat”
Aira seketika meneteskan air mata. Perasaanya benar-benar tak bisa ia bohongi. Ia juga mencintai Arya, tetapi ia tak mungkin memilikinya. Akhirnya Aira memutuskan untuk memberi kesempatan pada Arya untuk menjadi Imamnya melalui syarat. Ia meminta untuk dibangunkan Rumah Allah yaitu Mesjid, dalam waktu 1 minggu. Arya pun tanpa berfikir panjang lebar langsung menerima tawaran itu.
“Aku ingin Rumah Allah.. Aku ingin menapakinya..” jelas Aira
“Iya calon istriku... Aku akan buatkan itu dengan beberapa rekan kerjaku nanti”
“Ingat dalam waktu seminggu. Kau pulang lagi kerumah tepat pada pukul 00.00 WIB. Jika kau berhasil aku berada di hatimu selamanya, dan aku lah bidadari hatimu”
“Iya akan ku turuti semua yang kamu inginkan”
Dalam waktu seminggu Arya benar-benar memperjelas kesungguhannya. Ia nampak gigih membangun sebuah Mesjid yang cukup megah untuk kehidupannya kelak. Rancangan ia buat dengan hasil semaksimal mungkin. Dan ia menyuruh beberapa orang pekerja menyelesaikan semua itu. Ia pun setiap hari selalu mengontrol para pekerja. Pondasi pun telah terbangun. Dinding yang di hiasi dengan cat berwarna putih dan kuning ke emas-emasan menghiasinya. Kubah dengan lafadz Allah siap dipajang. Pagar pun telah terpasang. Tempat wudlu yang berjejer rapi melengkapinya. Mesjid siap untuk di singgahi. Tepat pada pukul 23.00 Arya bergegas pulang untuk memberitahu kepada Aira bahwa Mesjid telah terbangun. Dan menagih janjinya pada Aira untuk menjadi pendamping hidupnya dan Hawa bagi anaknya.
Tetapi waktu, hanya waktulah yang dapat menentukan dimana titik puncak kehidupan seseorang kembali pada-Nya. Aira dengan sosok kelembutannya seperti Siti Khadijah dan kecantikannya seperti Zulaikha kini telah kembali pada-Nya. Malaikat Izrail telah mengambil nyawanya untuk kehidupannya yang lebih tenang. Ditinggalkannya sepucuk surat untuk Arya tentang sebuah perasaannya.
Assalamualaikum Mas Arya..
Terimakasih untuk Rumah Allah yang telah kamu bangun untukku. Kamu telah berhasil melewati ujian yang aku berikan. Aku salut pada kesungguhanmu. Sebenarnya perasaanku sesuai dengan perasaanmu. Tapi waktulah yang memberhentikan kisah cinta ini. Janjiku..Aku akan berada di hatimu selamanya. dan Akulah yang menjadi Bidadari Hatimu. Jangan bersedih tetap semangat  untuk kehidupanmu kelak.
 Arya dengan kagetnya membaca sepucuk surat itu. Lalu suasana menjadi bergelinangan oleh air mata. Arya sangat kehilangan orang yang ia cintai dan ia sayangi. Terlebih Aira sosok Gadis yang selalu Arya dambakan sejak dahulu telah berhasil menguasai hatinya yang beberapa tahun kebelakang kelam. Dan Aira pula yang mengubah kehidupannya sehingga Arya berubah menjadi sperti ini.
Ternyata Rumah Allah lah tujaun Aira pada saat itu. Ia tak akan menemui Aira lagi untuk selamanya. Karena ia telah menghadap-Nya untuk mempertanggung jawabkan kehidupan Aira selama di dunia. Arya sangat terpukul, tetapi ia berusaha untuk tetap tegar dan berusahan menjaga pesan yang disampaikan oleh Aira. Aira yang pergi saat itu pula dalam keadaan sedang membaca Al-qur’an. Sungguh luar biasa Aira pergi dalam keadaan khusnul khotimah. Tak ada lagi sosok penyemangat dalam kehidupan Arya. Ia berusaha meniti kehidupan mulai dari nol kembali tanpa Aira.
“Rhyme In Peace..Rhyme In Peace...Aira.. Mungkin batu nisan pisahkan dunia kita. Namun ambisimu kan ku jaga selalu membara. Gapailah doa yang selalu ku baca. Menemani langkahmu menuju singga sana surga!!! Selamat jalan Aira... Aku mencintaimu selamanya sayang.....”
Itulah kata-kata yang Arya ucapkan sebelum jenazah Aira dikuburkan. Arya dengan setianya memandikan, menyolatkan, serta mengantarnya pada liang lahat. Bukti cinta padanya menghadap Rumah Allah...
Manusia hanya dapat berencana, tetapi yang menentukan segalanya hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Skenario hebat menjadi peran utama dalam hal itu diiringi beberapa figuran mengiringinya.



                                                                                                                                                                Created bye:
Syifanighina :)

0 komentar:

Posting Komentar