CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 17 Maret 2014

Aku suka kupu-kupu, kalau kamu?

aku suka menciptakan kupu-kupu sendiri.. 
terkadang, aku mendekatkan tangan kananku ke tangan kiriku, 
lalu menggerakkan sepuluh jemariku secara bersamaan,
seolah-olah tanganku memiliki sayap.
terbang jauh lepas bebas tanpa beban dan deritaan..
hingga aku singgah pada pelipur lara...
Butterfly :)


-Sebatang pohon-

Happy with you ({})

Sungguh beruntungnya diriku disekelilingi oleh orang-orang pilihan Allah yang mampu bersabar atas diriku. Sungguh aku bersyukur mampu bertahan dengan mereka.. 

Ka, Aku ingin menjadi sebatang pohon

Ka : "Apa impian masa depanmu?"
De : "Aku ingin menjadi sebatang pohon."
Ka : "Mengapa?"
De : "Karena,pohon akan selalu bersama keluarganya. tetap tinggal dan takkan pergi."
Ka : "Kita tidak akan berpisah." Janji?"
De : "Janji." *sambil menengadahkan tangan hingga tetesan hujan membasahinya*

*Beberapa tahun kemudian*
De : "Mengapa disaat aku membutuhkan kaka. Kaka tidak ada!"
Ka : "Maafkan aku, maafkan aku.. Kita terpisah karena skenario harus seperti ini."
De : "Disaat aku berusaha sendiri,kaka datang lagi. Namun aku tetap pada prinsipku 'sebatang pohon'.
Ka : "Aku menyesal...... dan kamu akan mati dipelukanku, serta aku mati dipelukanmu!"

*Endless Love* :')
Autumn In My Heart~

Sepi? Siapa Takut!



Jikalau sepi mengartikan sendiri
Ku mau tak seorang pun terlibat dalam sepi
Jikalau sepi mengartikan sunyi
Ku mau tak seorangpun tuk bertepi
Namun, jikalau sepi mengartikan pribadi
Biarlah sepi itu menggenapkan....
Selamat datang wahai sepi J


-sebatang pohon-

“I WILL SURVIVE FOR ITB”



Nama               : Syifani Ghina Nisrina
Sekolah            : SMA Negeri 1 Jatiwangi
Asal Daerah    : Kab. Majalengka
No. Hp             : 085353314012
Twitter             : @Asysyifani

Hari ini, aku disini berjuang untuk bertahan
Padamkan luka dan beban yang ada yang telah membakar seluruh jiwa
Ku coba resapi, ku coba selami segala yang tlah terjadi
Ku ambil hikmahnya rasakan nikmatnya dan ku coba untuk hadapi..

Institut Teknologi Bandung. Tiga kata, satu makna, satu arti, dan satu tujuan. Mungkin kita sudah tidak asing lagi mengenal ITB yang merupakan salah satu institut terbaik bangsa. Satu dari seribu orang berlomba-lomba untuk mendapatkan satu kursi di Institut tersebut, namun itu tidak mudah. Karena rasionya sangat jauh 1/1000, hanya orang yang berani, berusaha, dan berjuang untuk mendapat satu kursi disana.
Setiap hasil pasti ada usahanya, dan setiap usaha pasti ada hasilnya. Namun yang membedakan hanyalah perpindahannya, diam ditempat atau bergerak dan berpindah tempat untuk selalu mendapat hasil. Karena seperti pada rumus Fisika W=F.s, usaha sebanding dengan perkalian gaya (perbuatan) dengan jarak(perpindahan untuk melakukan perbuatan), tentunya perbuatan disana berubah untuk arah yang lebih baik.
Aku mantapkan prinsipku itu untuk dijadikan patokan hasil dan usaha. Seperti pada Firman Allah “Allah tidak akan merubah suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri yang merubahnya.” Ar-Ra’d : 11. Sesungguhnya kitalah yang harus mengalami perubahan. Maka Syifani Ghina Nisrina kini akan mencoba dan terus mencoba untuk suatu perubahan.
            Sewaktu kecil, ketika aku berumur 3tahun AkuMasukITB. Tepatnya saat Om-ku wisuda menjadi Insinyur lulusan Teknik Sipil. Begitu pula dengan tanteku yang menjadi lulusan dari Farmasi, aku menghadiri wisudanya ketika aku berumur 10tahun dan AkuMasukITB. Namun, Masuk ITB disana seperti orang asing yang hanya singgah ke suatu negara lalu kembali lagi ke negara asalnya. Lebih tepatnya hanya menapakkan kaki di ITB.
Aku merubah mindsetku untuk AkuMasukITB namun tidak hanya seperti kilat, tapi aku benar-benar Masuk ITB untuk meraih kesuksesan dan cita-citaku.
            Sekarang aku duduk dibangku SMA tepatnya kelas XII SMA Negeri 1 Jatiwangi. Dan seperti tahun-tahun lalu kelas XII akan menghadapi Ujian Nasional dan Melanjutkan Sekolah ke- jenjang yang lebih tinggi. Itu alasannya mengapa aku ingin melanjutkan sekolah (kuliah) Bagiku SMA adalah jembatan untuk melanjutkan kuliah, karena lulusan SMA itu dikatakan berhasil jika melanjutkan sekolah, berbeda dengan SMK yang tengah sibuk mencari pekerjaan. Aku tekadkan pilihanku untuk bersekolah di ITB. Ku buka situs web untuk mencari tahu apa saja yang ada di ITB? Ada berapa falkutasnya? Bagaimana dengan beasiswanya? Dan masih banyak lagi yang belum aku ketahui dari ITB.
            Setelah mengetahui ITB, aku tersentak dengan biaya di ITB. Memang tidak ada Uang Kuliah Tunggal atau Biaya Pembangunan. Namun nominalnya Rp.10.000.000,- / semester. Aku bercerita pada Ibuku, katanya “Jika kamu MasukITB, kamu harus membuat nominal itu menjadi Rp.0,- Om dan tantemu saja bisa mendapat beasiswa. Kamu pun harus bisa!” Maka bagaimanapun aku harus mendapat beasiswa. Aku berjanji pada Ibu untuk meringankan bebannya jika aku MasukITB. Karena ada banyak beasiswa di ITB, tekadku.
            ITB satu kata penuh makna. Betapa perihnya usaha yang dilakukan untuk meraih impian. Aku pernah mengikuti lomba seperti OSN tingkat Kabupaten cabang Fisika. Namun aku pernah jatuh dan kalah, ketika itu aku kelas X dan mendapat posisi ke-6. Seperti Hukum Newton 1  Mobil yang sedang melaju dengan kecepatan konstan seketika mendadak / mengerem dengan tiba-tiba. Namun aku harus tetap bersyukur. Syukur Alhamdulillah, sainganku siswa kelas XI, seharusnya aku bangga mendapat posisi ke-6 walaupun terselip diantara kelas XI. “Tahun depan ketika aku kelas XI, aku harus menjadi Sang Juara!” Batinku dalam hati.
 Tahun berikutnya aku mengikuti kembali olimpiade Fisika, setelah berbagai usaha, doa, keringat aku keluarkan untuk satu tahun lamanya. Bagiku untuk mempelajari fisika itu bukanlah sesuatu yang sulit. Karena sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Aku suka fisika! Alhasil ketika pengumuman, Akulah Sang Juaranya! ALLAH! ALLAH! ALLAHUAKBAR! Tidak ada usaha yang sia-sia.
            Aku lahir pada hari sabtu yang berarti bumi (tanah), dan aku berasal dari tanah, tujuanku adalah tanah, dan kelak pula aku menjadi tanah. Aku tertarik dengan Fakultas Ilmu Teknologi Kebumian. Karena di FITB kita lebih dekat dan lebih bercengkrama dengan alam. Ilmu Pengetahuan dan Agama merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Tanpanya salah satu akan buta & lumpuh, seperti yang sudah dikatakan Albert Einstein. Salah satu fisikawan yang sangat hebat! Namun tak lupa Allah-lah yang Maha Segalanya paling hebat dari seisi dunia ini. Sebenarnya, aku adalah pecinta alam, aku menyukai hijaunya pohon, lautan yang luas, dan bumi seisinya. Itulah mengapa aku tertarik untuk memilih FITB geodesi yang berhubungan dengan tanah tepat dengan hari lahirku. Itu hanya kebetulan namun itulah pilihan! Aku pula mengikuti Beasiswa Learning Camp, semoga aku masuk 100 besar, agar aku dipersiapkan dengan matang untuk bisa MasukITB.
            Aku ingin melanjutkan perjuangan dan cita-cita ayahku yang masih banyak belum terwujud, karena sepeninggal beliau yang telah menjadi tanah dan berasal dari tanah, aku memilih untuk mempelajari tentang tanah karena akulah yang akan menggantikan posisinya di samping Ibu. Setelah aku lulus sarjana, Ibu pasti bangga karena anaknya yang sewaktu kecil hanya menghadiri wisuda namun sekarang anaknyalah yang menjadi wisudawan. Ibuku pernah berkata : “Pilihlah sesuatu yang ingin kamu pilih, urusan ketentuan biarlah Allah yang menentukan. Sebangga-bangganya Ibu, hanyalah kamu yang melanjutkan ayah yang telah tiada.”
            Banyak fakultas yang menggiurkan di ITB, namun jika kita tidak mampu memperjuangkannya itu hanyalah sia-sia. Ibuku hanya seorang guru yang berpenghasilan berkecukupan, soal urusan bersyukur kitalah yang menentukan. Rezeki tidak kemana, karena telah ditetapkan oleh Allah. Namun aku masih berharap dan akan terus berharap sampai AkuMasukITB program bidikmisi yang telah pemerintah fasilitasikan. InsyaAllah selalu ada jalan bagi Hamba-Nya yang mau berubah, berusaha, berjuang, berkeringat, dan bersusah payah untuk mendapat hasil yang lebih baik untuk menjadi Ilmuwan tentang kebumian. Bermimpilah untuk mendapatkan sesuatu setinggi langit, karena jika terjatuh setidaknya akan terjatuh diantara bintang-bintang. Aku menuliskan 100 mimpi pada buku dearyku, dan salah satunya AkuMasukITB2014.

I will survive, I will revive
I won’t surrounder stay alive
I will survive, I will revive
Getting stronger stay alive
Kau berikan aku kekuatan untuk lewati semua ini
II will survive, I will revive
Getting bigger bigger than live
Kau Yang Esa Yang Perkasa
Give me wisdom to survive for ITB!
I will survive for ITB.............
           
           
                                                           

            

Selasa, 17 Desember 2013

I Will Survive, altough without you....



Hari ini, aku disini berjuang untuk bertahan
Padamkan luka dan beban yang ada yang tlah membakar seluruh jiwa
Ku coba resapi ku coba selami segala yang telah terjadi
Ku ambil hikmahnya rasakan nikmatnya
Ku coba untuk hadapi

26 November 2013.
Bunyi alarm dengan lagu “I Will Survive” membangunkanku pagi itu. Aku merasa kembali lagi menjadi manusia yang harus selalu bersyukur. Saat membuka mata, saat menghirup udara pagi yang segar, saat aku terbangun, saat aku berdiri pada pantulan kaca. Selayaknya manusia biasa aku akan terus bersyukur atas setiap pagiku, dan kini saatnya aku mengecilkan aroma kesombongan dalam diriku.

Saat ini aku duduk dibangku SMA, seperti biasa aku menunaikan kewajibanku sebagai pelajar. Memang sudah seharusnya bagiankulah yang menjadi salah satu kebanggaan ayah dan ibuku. Entah dengan cara apapun itu, asal selalu berada di jalan-Nya aku selalu ingin dan ingin menjadi yang terbaik untuk mereka. Betapa hangatnya kelembutan mereka. Kau selalu ada disaat jiwaku rapuh- Tanpanya aku takkan bisa survive di dunia ini.

Pernah terbayang olehku jika hidup tanpanya, sepertinya dunia akan gelap. Pernah terbayangkan bukan? saat sedang menikmati suasana malam dengan sinar cahaya dan ditemani hujan, tiba-tiba saja terhenti oleh padamnya cahaya. Jika lampu yang menyala mati secara tiba-tiba. Apa yang kau rasakan? Apa yang kita rasakan? “Kesal!” “Sebal,kan?” Sedang asyik-asyiknya menikmati suasana tiba-tiba henti seketika. Itulah yang pernah aku bayangkan tentang mereka, ya tentang orang tuaku. Namun aku tak peduli soal itu, aku merasa Tuhan Adil dan mengetahui segala cara untuk menyelamatkan hidup ini.

Saat itu pelajaran Biologi. Sejenak aku dan teman-teman mendapatkan renungan tentang mereka. “Kalian harus bersyukur memiliki orang tua lengkap!” nasihat Bu Guru pada kami.

Sempat sesaat, jantungku tiba-tiba tersendat mendengar kalimat yang diucapkannya, seperti ada rasa sakit dan ada rasa yang mengganjal. Tubuhku melemas, dan seketika aku keringat dingin, namun aku tak terlalu mempedulikan soal itu. “Ayah dan Ibuku ada dirumah!” kataku dalam hati. Pikiranku berkeliaran tak menentu saat itu, serasa ada yang membuntuti untuk memberitahu sebuah peringatan kepadaku, namun aku merasa biasa saja. Debaran jantungku berdegup menjadi lebih kencang sepertinya jika diukur kecepatannya melebihi kecepatan cahaya yang melintas pesat. Ah! Lagi-lagi istighfarlah yang menenangkanku.

“Astaghfirullah al adzim”

“Jika salah satu orang tuaku mendahuluiku, entah itu Ayah ataupun Ibu. Kelak aku yang akan menjadi pengganti hidupnya.” Batinku.

Hari itu, hari Selasa.
Selamat merayakan hari selasa! Aku mencium tangan Ibu sebelum aku berangkat sekolah untuk menunaikan kembali kewajiban sebagai pelajar. Tanpa ayah- ya karena memang ayahku sibuk, dan ia selalu menyimpan banyak rindu dan kenangan untuk kami. 

“Assalamu’alaikum bu...” kataku
“Wa’alaikumsalam” jawab Ibu

Dan entahlah aku merasa aneh dengan pakaian yang dikenakan oleh Ibu. Semuanya serba hitam-hitam. Seperti ninja saja, guyonanku.

Langit cerah, cukuplah cerah. Mewakili perasaanku pagi ini, aku akan selalu mencintaimu seperti pagi, apapun kabar langit, matahariku akan tetap terbit.

Saat itu pelajaran matematika tentang vektor, dan jadwalnya ulangan Bahasa Sunda. Aku menikmati setiap pelajaran, karena aku suka Eksak! Aku suka matematika, Aku suka fisika, Aku suka kimia, Aku suka biologi, dan aku suka.... Aku suka serius soal cinta! Cinta pada ayahku, cinta pada ibuku, pada teman-temanku, dan pada orang yang menyayangiku.

Tiba-tiba salah satu guru memanggilku untuk memberi kabar bahwa ada seseorang yang sakit di luar sana. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan aku akan menjenguknya.
“Mana mungkin aku harus pulang, jika tidak ada yang beres. Pasti semuanya kacau.” Kataku dalam hati.

Sesaat aku mengambil tas dengan langkah yang terburu-buru, dan dengan hentakkan kaki yang tidak sealur dan tidak seirama dengan nafas dan debaran jantung. Bahkan untuk berbicara izin saja mulutku terbata-bata hingga aku merasa terbohongi dengan panggilan itu.

“Innalillahi wainna ilaihi roji’un”
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Semua makhluk akan fana, harta tahta kepemilikan akan sirna. Dan hanyalah amal yang menjadi teman sejati.

Telingaku menjadi aga sedikit pekak, aku melempar tas pada arah sampingku dan menjerit sejadi-jadinya. Aku tak sadarkan diri saat itu.

Kini aku sadar, Ayah telah tiada.
Kini aku sadar, aku tak seperti anak yang lain yang masih bisa merasakan canda tawa dari sosok Ayah.
Pelipur laraku telah menghilang, telah pergi.

Aku menangis sejadi-jadinya, tak menghiraukan banyak orang datang dan pergi turut belasungkawa. Namun aku tak suka orang ramai saat sekarang jika haruslah ayahku pergi. Jika boleh aku meminta pada-Nya “Mengapa disaat aku belum benar-benar menjadi wanita dewasa Ayah harus meninggalkan aku dan ibu. Hanya nisan yang dapat aku lihat hanya jasad yang terkubur beku, terkujur kaku yang dapat aku pandang. Aku tatap matamu, hidungmu, bibirmu, pipimu, wajahmu, aroma baumu yang sebagiannya telah tertutup kain kafan.

Sore itu hujan turun!

Aku tidak sanggup menghapus figuramu
Sekiranya aku tau bukan hanya namamu yang menjadi nisan namun ragamu telah menjadi belulang
Tiada habis ku kirim doa
Tuk menemani liang kubur
Ayah kemarin kau terkubur pada musim kemarau
Tiada kata yang mampu tuk mengiringi tangisan senja
Sementara batu-batu telah menjadi karang yang terkikis ombak
dan penyu penyu kecil itu berlari tanpa air susu ibunya
Aku mengingatmu dengan gelitik air mata sampai mengusir bahagiaku
Yang menutup lembaran kenanganku
Namun ketiadaanmu telah membawa tangis diatas tabir sulutnya
Kalut diatas pasir yang melahap pantai dalam sujud pasrahku.....
Aku akan menggantikan peranmu ayah! Titip salamku pada dirinya Tuhan!

I will survive, I will revive
I won’t surrender and stay alive
Kau berikan kekuatan untuk lewati semua ini
Engkau selalu ada
Disaat jiwaku rapuh, dikalaku jatuh
And I want you to know
That I will fight to survive
I will not give up,
I will sot give in,
I’ll stay alive for you...for you..
I will surive, I will revive
I won’t surrender and stay alive
I will survive, I will revive
Getting stronger to stay alive
Kau berikan aku kekuatan untuk lewati semua ini.
Getting bigger bigger than life,
Engkau Yang Esa, Yang Perkasa
Give me wisdom to survive!